Parikesit setelah naik takhta di negara Astina bergelar Prabu Kresnadipayana menggantikan Yudistira. Pada suatu hari sang Raja memutuskan untuk menyaksikan dari dekat bagaimana cara berburu babi hutan dan ia juga ingin turut berburu. Oleh karena itu memerintahkan abdinya agar membuat rumah sementara (pesanggrahan) di tengah hutan guna melihat dari dekat para abdinya yang menangkap hewan tanpa senjata.
Patih Dwara, Patih Danurweda, Sukarta, Sumarma, Suhtrasta dan Subala berangkat ke hutan untuk membuat persiapan serta pesanggrahan untuk raja. Di dalam hutan Dwara bertemu dengan anak perempuan yang keluar dari semak belukar serta mengaku bernama Rara Suyati, maka anak tersebut diangkat sebagai anaknya dan dibawa pulang ke rumahnya. Setelah pesanggrahan selesai maka Prabu Parikesit yang diikuti Semar, Nala Gareng dan Petruk masuk ke dalam bangunan rumah yang telah disediakan dan melihat para abdinya melawan binatang buas yang digiring kehadapan sang Raja.
Pada suatu malam hari Prabu Parikesit ke luar dari kamarnya tanpa sepengetahuan siapapun ia masuk ke dalam hutan. Kepergian sang Raja itu diketahui oleh Semar dan dilaporkan kepada Patih Dwara maka sang Patih berusaha mencarinya ke dalam hutan. Ia tersesat masuk ke taman sari Manikmaya di mana Begawan Sidiwacana dalam keadaan cemas karena kehilangan putrinya Rara Suyati. Semar dan anak-anaknya juga mencari ke dalam hutan dan dapat menemukan Prabu Parikesit, tetapi sang Raja enggan kembali ke pesanggrahan dan terus melanjutkan perjalanannya yang diikuti abdi setia Semar, Gareng dan Petruk.
Dipayana tiba di puncak Gunung Lodra melihat seorang pertapa keras, berdiri tegak tanpa bergerak dan berbicara juga tidak menjawab pertanyaan sang Raja, maka hilang kesabaran raja, pertapa itu ditusuk dengan senjata. Setelah jenazahnya hilang muncullah Batara Basuki yang mendidik Sang Raja serta memberi pengalaman baru dan memberi nama Dipayana atau Yudiswara.
Selanjutnya sang Raja melanjutkan perjalanannya, ia bertemu orang naik sapi liar dan memberi isyarat kepadanya, maka sang Raja marah dengan melepaskan anak panahnya, dan berubahlah menjadi Batara Gana yang memberikan pengalaman tentang keberanian serta memberi nama baru Mahabrata. Setelah Gana menghilang datanglah burung garuda yang besar dihadapkan sang Raja. Dibunuhlah burung itu dan tampak Batara Sambu, yang memberikan pendidikan tentang keberanian serta memberi nama baru Darmasarana. Dalam meneruskan perjalanan Prabu Parikesit menyelamatkan orang yang dikejar ular besar, orang itu adalah Prabu Praswati dari Gilingwesi, yang mempunyai putri bernama Dewi Sritatayi. Putri ini bermimpi kawin dengan Dipayana. Setelah Praswati mengutarakan maksudnya maka sang Raja menerima. Selanjutnya bertemu dengan Sritatayi dan dikawini.
Pertemuan dan bulan madu dengan istrinya, Dewi Sritatayi telah berlangsung lama, sang Raja segera meninggalkan istana dan masuk ke hutan dan ia bertemu Prabu Yasakesti dari Mukabumi yang mempunyai putri Dewi Niyata. Putri itu jatuh cinta dengan Parikesit. Semula sang Raja menolak untuk diajak Yasakesti tetapi akhirnya Parikesit mengawini Dewi Niyata. Juga disini Dipayana dengan cepat meninggalkan istrinya yang muda, mengembara di hutan lagi. Pada suatu hari ia bertemu dengan raksasa Srubisana dari Manimantaka yang diutus Prabu Niradakawaca untuk membalas dendam pada Parikesit atas kematian ayahnya Niwatakawaca yang terbunuh oleh Arjuna.
Maka terjadi peperangan tetapi Parikesit dapat dilempar ke udara dan jatuh di Pertapaan Manikmaya ditemukan oleh Begawan Sidiwacana serta putrinya yang bernama Rara Setapi. Prabu Parikesit tertarik panah milik Rara Setapi dan menginginkannya dan oleh yang punya dijawab bahwa barang siapa mengambil panah itu harus harus juga mengambil yang empunya.
Karena putri itu jelek maka Parikesit menolak tetapi sang Putri dapat dirubah wajahnya menjadi cantik oleh ayahnya, maka sang Raja tidak keberatan mengambilnya. Setelah lama berada di pertapaan akhirnya Parikesit kembali ke Astina.
Dalam perjalanannya ia bertemu raksasa Begawan Sukanda yang mempunyai putri, sukandi dan Sukanda mengatakan bahwa putrinya mimpi bertemu Prabu Parikesit. Namun usul itu tidak diperhatikan oleh sang Raja. Tiba-tiba datang dihadapannya musuh yang ditakuti yakni Srubisana, ia terkejut dan tidak senang mengulangi peperangan lagi, maka Parikesit mene-mukan akal, ia berjanji kepada Begawan Sukanda bahwa akan mengambil putrinya asalkan sang Begawan dapat membunuh Srubisana.
Dalam tempo yang singkat Sukanda dapat dibunuhnya, tetapi sekarang Dipayana menyesal pada janji yang telah diucapkan dan menolak turut serta dengan Begawan Sukanda. Dengan mantranya Parikesit tertidur dan segera dibawanya dan dipertemukan dengan putrinya. Setelah melihat kecantikan Dewi Sukandi, maka rasa berat Parikesit hilang seketika dan mengawininya.
Pada hari berikutnya Dipayana melanjutkan perjalanannya kembali ke Astina dan negeri tersebut mendapat serangan dari Manimantaka Prabu Ni-radakawaca. Prabu Baladewa memimpin pertempuran itu tetapi tidak kuat menahan kesaktian raja raksasa, sehingga negara Astina porak poranda.
Tiba-tiba Dipayana datang dan menghadapi musuh yang menyerang Astina, akhirnya raja raksasa itu dapat dibunuh oleh Prabu Kresna Dipayana.
Patih Dwara, Patih Danurweda, Sukarta, Sumarma, Suhtrasta dan Subala berangkat ke hutan untuk membuat persiapan serta pesanggrahan untuk raja. Di dalam hutan Dwara bertemu dengan anak perempuan yang keluar dari semak belukar serta mengaku bernama Rara Suyati, maka anak tersebut diangkat sebagai anaknya dan dibawa pulang ke rumahnya. Setelah pesanggrahan selesai maka Prabu Parikesit yang diikuti Semar, Nala Gareng dan Petruk masuk ke dalam bangunan rumah yang telah disediakan dan melihat para abdinya melawan binatang buas yang digiring kehadapan sang Raja.
Pada suatu malam hari Prabu Parikesit ke luar dari kamarnya tanpa sepengetahuan siapapun ia masuk ke dalam hutan. Kepergian sang Raja itu diketahui oleh Semar dan dilaporkan kepada Patih Dwara maka sang Patih berusaha mencarinya ke dalam hutan. Ia tersesat masuk ke taman sari Manikmaya di mana Begawan Sidiwacana dalam keadaan cemas karena kehilangan putrinya Rara Suyati. Semar dan anak-anaknya juga mencari ke dalam hutan dan dapat menemukan Prabu Parikesit, tetapi sang Raja enggan kembali ke pesanggrahan dan terus melanjutkan perjalanannya yang diikuti abdi setia Semar, Gareng dan Petruk.
Dipayana tiba di puncak Gunung Lodra melihat seorang pertapa keras, berdiri tegak tanpa bergerak dan berbicara juga tidak menjawab pertanyaan sang Raja, maka hilang kesabaran raja, pertapa itu ditusuk dengan senjata. Setelah jenazahnya hilang muncullah Batara Basuki yang mendidik Sang Raja serta memberi pengalaman baru dan memberi nama Dipayana atau Yudiswara.
Selanjutnya sang Raja melanjutkan perjalanannya, ia bertemu orang naik sapi liar dan memberi isyarat kepadanya, maka sang Raja marah dengan melepaskan anak panahnya, dan berubahlah menjadi Batara Gana yang memberikan pengalaman tentang keberanian serta memberi nama baru Mahabrata. Setelah Gana menghilang datanglah burung garuda yang besar dihadapkan sang Raja. Dibunuhlah burung itu dan tampak Batara Sambu, yang memberikan pendidikan tentang keberanian serta memberi nama baru Darmasarana. Dalam meneruskan perjalanan Prabu Parikesit menyelamatkan orang yang dikejar ular besar, orang itu adalah Prabu Praswati dari Gilingwesi, yang mempunyai putri bernama Dewi Sritatayi. Putri ini bermimpi kawin dengan Dipayana. Setelah Praswati mengutarakan maksudnya maka sang Raja menerima. Selanjutnya bertemu dengan Sritatayi dan dikawini.
Pertemuan dan bulan madu dengan istrinya, Dewi Sritatayi telah berlangsung lama, sang Raja segera meninggalkan istana dan masuk ke hutan dan ia bertemu Prabu Yasakesti dari Mukabumi yang mempunyai putri Dewi Niyata. Putri itu jatuh cinta dengan Parikesit. Semula sang Raja menolak untuk diajak Yasakesti tetapi akhirnya Parikesit mengawini Dewi Niyata. Juga disini Dipayana dengan cepat meninggalkan istrinya yang muda, mengembara di hutan lagi. Pada suatu hari ia bertemu dengan raksasa Srubisana dari Manimantaka yang diutus Prabu Niradakawaca untuk membalas dendam pada Parikesit atas kematian ayahnya Niwatakawaca yang terbunuh oleh Arjuna.
Maka terjadi peperangan tetapi Parikesit dapat dilempar ke udara dan jatuh di Pertapaan Manikmaya ditemukan oleh Begawan Sidiwacana serta putrinya yang bernama Rara Setapi. Prabu Parikesit tertarik panah milik Rara Setapi dan menginginkannya dan oleh yang punya dijawab bahwa barang siapa mengambil panah itu harus harus juga mengambil yang empunya.
Karena putri itu jelek maka Parikesit menolak tetapi sang Putri dapat dirubah wajahnya menjadi cantik oleh ayahnya, maka sang Raja tidak keberatan mengambilnya. Setelah lama berada di pertapaan akhirnya Parikesit kembali ke Astina.
Dalam perjalanannya ia bertemu raksasa Begawan Sukanda yang mempunyai putri, sukandi dan Sukanda mengatakan bahwa putrinya mimpi bertemu Prabu Parikesit. Namun usul itu tidak diperhatikan oleh sang Raja. Tiba-tiba datang dihadapannya musuh yang ditakuti yakni Srubisana, ia terkejut dan tidak senang mengulangi peperangan lagi, maka Parikesit mene-mukan akal, ia berjanji kepada Begawan Sukanda bahwa akan mengambil putrinya asalkan sang Begawan dapat membunuh Srubisana.
Dalam tempo yang singkat Sukanda dapat dibunuhnya, tetapi sekarang Dipayana menyesal pada janji yang telah diucapkan dan menolak turut serta dengan Begawan Sukanda. Dengan mantranya Parikesit tertidur dan segera dibawanya dan dipertemukan dengan putrinya. Setelah melihat kecantikan Dewi Sukandi, maka rasa berat Parikesit hilang seketika dan mengawininya.
Pada hari berikutnya Dipayana melanjutkan perjalanannya kembali ke Astina dan negeri tersebut mendapat serangan dari Manimantaka Prabu Ni-radakawaca. Prabu Baladewa memimpin pertempuran itu tetapi tidak kuat menahan kesaktian raja raksasa, sehingga negara Astina porak poranda.
Tiba-tiba Dipayana datang dan menghadapi musuh yang menyerang Astina, akhirnya raja raksasa itu dapat dibunuh oleh Prabu Kresna Dipayana.